Sepi menyusup, menusuk kalbu yang
kian membeku. Berjuta kenangan menyeruak dalam dada bersama rindu tertahan yang
menyiksa. Malam kian sendu, aku masih terpaku pada ilusi semu tentangmu yang
tak jua berlalu.
Sunyi membeku, nada monoton jarum detik menemani anganku. Nada monoton yang tak lepas dari kenangan tentangmu dan semua tentang kita. Aku merindukanmu, dalam iringan langkah yang kian melemah. Aku merindukanmu, dalam untaian kisah yang tak tersibak oleh waktu. Waktu, ya waktu. Jika ku mampu akan ku putar jarum ke kiri dan berharap semua kembali ceria.
Jarum dalam arlojiku. Dalam nada monoton penuh sendu, dia tak lelah menceritakan padaku tentang kita dahulu. Tentang senyum lalumu, tentang duka yang kau cipta dan tentang tangis yang kau lukis.
Jarum dalam arlojiku. Jutaan air mata ku simpan di dalamnya mempersilahkan kenangan berenang dalam lautan luka. Jarum dalam arlojiku, biarlah dia tetap berputar. Mengisahkan padaku dan malam akan rindu yang tak pernah bersatu. Akan tangis yang mengikis tawa dalam lara.
Sunyi membeku, nada monoton jarum detik menemani anganku. Nada monoton yang tak lepas dari kenangan tentangmu dan semua tentang kita. Aku merindukanmu, dalam iringan langkah yang kian melemah. Aku merindukanmu, dalam untaian kisah yang tak tersibak oleh waktu. Waktu, ya waktu. Jika ku mampu akan ku putar jarum ke kiri dan berharap semua kembali ceria.
Jarum dalam arlojiku. Dalam nada monoton penuh sendu, dia tak lelah menceritakan padaku tentang kita dahulu. Tentang senyum lalumu, tentang duka yang kau cipta dan tentang tangis yang kau lukis.
Jarum dalam arlojiku. Jutaan air mata ku simpan di dalamnya mempersilahkan kenangan berenang dalam lautan luka. Jarum dalam arlojiku, biarlah dia tetap berputar. Mengisahkan padaku dan malam akan rindu yang tak pernah bersatu. Akan tangis yang mengikis tawa dalam lara.
Comments
Post a Comment