Kisah ini tentang setangkai Dandelion yang selalu mencoba
tegar tiap kali terpaan angin berusaha menggoyahkan, tentang keindahannya yang
kerap kali diabaikan di tengah padang ilalang. Dandelion, tak banyak yang
menyadari akan keindahannya dan kesempurnaan siklus hidup yang dia miliki.
Aku pernah berpikir, jika aku ditakdirkan menjadi bunga
aku akan memilih Dandelion. Aku tahu, mungkin pertanyaan-pertanyaan berkelana
di benak kalian. Mengapa harus Dandelion yang bahkan terkesan rapuh? Mengapa bukan
Edelweis yang keindahannya abadi di puncak sana, bertahta anggun yang bahkan jemarimu
tak layak memetiknya? Atau, mengapa bukan mawar yang pesonanya seolah mampu
menyulap dunia?
Aku memilih Dandelion karena keistimewaan yang dia miliki
dalam setiap episode kisah hidupnya. Cerita hidupnya yang seolah selalu kembali
pada awal mula.
Bunga yang selalu membawa keceriaan ketika musim semi
tiba dan isyarat keteguhan setiap kali dia hadir. Karena setiap tangkainya
laksana ketegaran dalam hidup yang sebenarnya rapuh.
Menjelang perginya, dia tak henti menunjukkan pesonanya. Terbang
bersama angin yang membawanya, entah dimana nanti dia akan berujung. Dia tak
pernah takut meski harus terhempas di tanah gersang, di tepi jalan berbatu atau
dihimpit semak berduri. Dia selalu tegar dan mencoba mencari titik celah untuk
tetap hidup.
Dia bukan Edelweis yang keindahannya abadi, bukan juga
mawar yang keanggunannya mampu menyihir dunia. Dia memiliki cerita sendiri,
ratu dalam dunia yang dia agung-agungkan. Bukan dalam dunia dongeng seperti
bunga lainnya.
Dandelion, setangkai bunga yang lazim dan dianggap biasa
namun menyimpan jutaan makna.
Comments
Post a Comment