Madiun, kota yang menyimpan banyak kenangan. Di sebuah
desa kecil yang selalu menjadi tujuanku saat berlibur. Mengunjungi rumah
sederhana nenek dan menginap di sana meskipun hanya beberapa hari. Aku menikmati
hari-hariku di tempat itu. Saat aku dan keluarga menikmati nasi pecel buatan
nenek dengan dua iris tempe goreng di pagi hari. Menikmati nasi rawon buatan
nenek saat hari raya Idul Fitri tiba. Sederhana, namun itu yang menjadikan
semuanya indah.
Banyak hal yang selalu ku rindukan dari rumah nenek. Kebersamaan.
Iya, aku selalu merindukan ketika kita berkumpul dan saling berbagi cerita. Tertawa
juga bercanda bersama. Aku masih mengingat saat nenek mengatakan, “Tidur sama
aku ayo, Ka,” dalam bahasa Jawa saat aku
sedang berlibur di sana. Aku juga masih ingat saat nenek menantikan film
Mahabarata kesukaannya, bahkan saat yang lain sudah tertidur. Namun kini, tak
akan ada lagi hal-hal seperti itu.
Tidak akan ada lagi ajakan untuk tidur bersama nenek. Kamar
nenek pun kini tertata rapi. Tidak ada lagi suara nenek memasak di pagi hari,
tidak ada nasi pecel, tempe goreng juga nasi rawon buatan nenek. Tidak ada lagi
nenek yang pergi berbelanja keperluan memasak di toko. Semua hanya tinggal
kenangan, tertata rapi dalam ingatan.
Memang, takdir Tuhan selalu misterius. Semua berjalan
begitu cepat dan hingga kini aku masih belum sepenuhnya percaya. Aku bahkan
masih menganggap jika nenek masih berada di rumah sederhananya, melakukan
rutinitas-rutinitasnya. Iya, bahkan saat sudah lewat 100 hari-nya pun aku masih
tak percaya.
Nenek, tetaplah hadir dalam ingatanku. Izinkan aku
bertemu meski hanya dalam mimpi, sekedar untuk menyampaikan rindu yang tak
sempat terucap.
Comments
Post a Comment