“Bawa serta dirimu.
Dirimu yang dulu, mencintaiku apa adanya...”
Lirik lagu itu sayup-sayup terdengar
dari sebuah ponsel mungil yang tergeletak di atas meja. Ketika aku
mendengarnya, aku seperti melihat cuplikan film layar lebar yang menampilkan
kisah kita dahulu. Aku sering kali menyanyikan lagu itu ketika aku mulai merasa
ada berbeda dari mu. Namun itu dulu, dulu saat aku dibutakan oleh cinta. Hingga
akhirnya aku menyadari bahwa saat itu hanya akulah yang berjuang untuk kita.
Lagu ini mengingatkanku saat aku
menangis untukmu dahulu. Ketika aku masih menjadi perempuan lugu, lemah, dan
bodoh. Bagaimana bisa aku mempertahankan dirimu yang bahkan telah membuatku
hancur sedemikian rupa? Terkadang terselip rasa marah dan muak akan semua
sikapmu dulu. Namun kini aku sadar, tak ada lagi yang perlu disesalkan. Aku hanya
marah dengan diriku sendiri yang dengan begitu mudahnya menerima dirimu kembali
dulu. Kau bahkan begitu cepatnya datang dan pergi tanpa penyesalan berarti.
Aku sudah tahu bahwa kau akan
meminta kembali lagi padaku beberapa bulan setelah kita berpisah. Tapi kau tahu
sayang, aku bukan lagi perempuan bodoh yang bisa kau agungkan lantas kau
hempaskan begitu keras. Aku sudah kebal dengan janji-janji manis yang bahkan
tak pernah kau visualisasikan dengan bukti. Hanya omong kosong tanpa makna!
Kita sudah memilih jalan
masing-masing sejak hari itu, meski berakhirnya kita hanya karena ego yang
terlalu tinggi. Aku tidak akan pernah menyesali hal itu. Aku bahagia lepas dari
jeratmu yang tak pernah bisa menghargai pengorbananku. Dua kata untukmu yang
pernah hadir di masa laluku, terima kasih!
Comments
Post a Comment