Ketika Semua Berbeda

            Bagaimanapun juga rumah itu terasa hampa tanpa beliau. Ketika keceriaan-keceriaan itu tak lagi terasa lengkap. Seperti ada kesedihan yang perlahan menyelinap merasuk dalam dada. Bukan, bukan belum mengikhlaskan kepergian beliau. Aku sudah mengikhlaskan dan merelakan beliau untuk kembali ke sisi Yang Maha Hidup.
            Rumah itu berbeda, sangat berbeda dari yang dulu pernah aku kunjungi. Ketika tak ada lagi senyum sapa dan binar mata beliau ketika aku dan keluarga tiba di sana, tak lagi ada salam pelepasan saat aku dan keluarga pulang dari rumah beliau. Iya, semua itu tak ada lagi untuk selamanya.
            Sekali lagi, aku sudah merelakan kepergian beliau. Hanya saja, terkadang air mata ini mampir ketika kenangan lalu bersama beliau hadir dalam ingatan. Ada hal yang selalu aku harap dari Tuhan, mungkin bukan hanya satu. Aku ingin bertemu beliau meski sejenak dalam mimpi untuk melihat senyum menyenangkan milik beliau dan kembali merasakan waktu-waktu berkumpul bersama beliau seperti dulu. Aku ingin menyampaikan salam rinduku ini padanya, meski harus mengatakannya melalui mimpi dan doa.
            Dan aku tahu, Hari raya tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang nantinya akan berbeda, amat sangat berbeda. Selamat jalan ini kuucapkan kesekian kalinya untukmu, Nek. Kami akan menyusulmu suatu saat nanti, pasti.


Madiun, 15 Juni 2015

Comments