Untukmu, Selamat Berbahagia


Tuan, aku titipkan larik-larik puisi rindu untuk menemani malammu yang baru. Hujan masih bergemericik. Merintih setiap kali langit menghempasnya ke permukaan. Menciptakan nada-nada semesta yang membuatku semakin tenggelam dalam kekalahan. Mengingatkanku, bahwa tak ada lagi yang bisa kuselamatkan perihal kita.

Hari itu kau katakan, jika kita akan tetap satu tujuan. Sekalipun perdebatan tidak henti menghiasi, tetapi aku masih menjadi seseorang yang kau jadikan tempat untuk menepi. Satu hal yang tidak aku antisipasi perihal itu, waktu terlalu cepat merubahnya menjadi serpihan kenangan--tidak berarti.

Aku pikir, semesta merestui kita bahagia. Namun, ternyata aku salah. Terlalu banyak rahasia yang kau simpan dalam diam. Terlampau sulit bagiku untuk memahamimu yang kian terasa asing.

Mungkin, aku memang egois. Perempuan kekanakan yang selalu meminta sedikit celah dari waktu sibukmu untuk menghubungiku. Mungkin aku yang tidak pandai mengerti, jika setiap kali kita bersama kamu sudah tidak memiliki rasa yang sama. Ada sesuatu yang diam-diam kamu pikirkan, tersembunyi di balik sikap dan tatap matamu yang teramat tenang. Sesuatu untuk meninggalkanku di belakang, sementara kamu berlari untuk mencari bahagia yang baru.

Tuan, mungkin aku hanya perempuan lugu yang terlalu dalam mencintaimu. Aku yang terlalu lugu, hingga tidak cepat menyadari jika semua hal tentangmu adalah palsu. Di matamu, aku hanyalah sebait sajak tanpa makna yang sudah enggan kau baca.

Malam ini; setelah banyak waktu kau gunakan untuk menghindariku, setelah banyak waktu kugunakan untuk memikirkan alasanmu menjauhiku; akhirnya kutemukan jawaban dari setiap pertanyaan yang mengejarku beberapa waktu lalu--undangan darimu. Tidak tahu lagi, bagaimana perasaanku saat ini ketika melihat namamu akhirnya bersanding dengan nama seseorang yang sudah pasti bukan aku.

Aku tidak akan menangis lagi. Tidak seperti terakhir kali kamu meninggalkanku tanpa penjelasan di bawah naungan langit muram kala itu. Hatiku telah mati rasa--kebas--hingga merasa sakitpun aku tidak mampu. Semua perasaan itu; sesak, benci, kecewa, marah, terluka, dan tersingkir telah memenuhi sudut hati dan setiap hela nafasku. Tidak mampu lagi kujelaskan, betapa aku telah mati rasa terhadap segala hal tentangmu.

Di jendela kamarmu yang masih terbuka, kukirimkan segulung kenangan yang akan musnah termakan usia. Mungkin aku memang terjebak dalam nestapa. Tetapi tenang saja, tidak selamanya aku akan mengarungi kubangan luka.

Tuan, ingin kukatakan sebelum ku akhiri untaian aksara kepedihan hari ini; selamat berbahagia dengan pilihan hatimu. Semoga dia akan selalu lebih tabah dari aku. Semoga memang dia yang selalu lebih banyak menyebut namamu dalam doa dibanding diriku. Semoga genggaman tangannya selalu lebih menyenangkan daripada milikku.

Selamat berbahagia, tuan.


Pict by https://ae01.alicdn.com/kf/HTB17Ny.RVXXXXa_XXXXq6xXFXXXC/50-pcs-lot-10-7-5-m-Warna-Kertas-Amplop-Surat-DIY-Kreatif-Kecil-Berkat-Amplop.jpg_640x640.jpg

Comments