Berapa Lama Lagi?


Aku menyusuri jalan ini bersama sunyi yang tertawa licik. Ada celoteh di kepala yang terama risik. Ada sayu rindu yang diam-diam menggelitik. Rindu ini tentangmu, dan aku membenci itu. Masih banyak luka dalam dadaku yang memuat namamu. Hatiku telah berusaha membuatnya punah, tetapi kepala dan jiwaku justru membuatnya tetap terjaga.

Di sini, aku mencoba membabat segala sepi yang masih setia menemani hari. Dalam kepalaku, suaramu masih menjadi ingatan paling abadi. Lantas, hangat senyummu adalah gambaran masa lalu yang hingga kini belum mampu untukku lepas.

Segala kekonyolan yang pernah kita tertawakan adalah luka yang kini harus kutelan sendirian. Miris, aku meratapi hatiku yang kian teriris. Bersama dirinya, kamu sudah menemukan bahagia. Membawaku terasing pada luka yang kian bising. Kamu menatapnya penuh cinta, aku masihlah seseorang yang mendambamu dalam nestapa.

Ternyata, seperti ini rasanya jatuh cinta sendirian. Berkata saling sayang, tetapi hanya aku yang berjuang. Berjanji saling memegang, tetapi aku yang terbuang. Kamu melepasku dengan rela, aku melepasku dengan lara.

Selama ribuan detik lamanya, aku masih enggan berpindah dari titik perpisahan. Saat terakhir kali kamu memandangku dengan kebekuan. Hari ketika aku masih bisa mencium aroma tubuhmu dan menyimpannya dalam ingatan. Pada setiap detik yang telah berlalu, namamu masih tersemat dalam setiap bisikan kelu.

Terkadang aku heran, berapa lama lagi ingatan ini akan bertahan. Apa sedalam itu bayangmu tersimpan di alam bawah sadar, hingga melupakanmu saja menjadi teramat sukar?

Comments